Visitor

Kamis, 17 Mei 2012

Adab Bertamu dan Menerima Tamu

Mungkin udah pada tau lah yang namanya adab bertamu dan menerima tamu. kita wajib mengikutinya. Tapi, kadang-kadang kita jangan terlalu bergantung pada adab-adab ini.
Satu
Waktu itu gue akan hangout bareng sahabat-sahabat. Gue udah persiapkan segalanya dari mulai baju ganti, hp, uang, dll. Untung waktu itu gue masih waras. Kalo enggak, mungkin gue udah bawa tv biar nanti acaranya gak garing.
Gue masih kelas 7 waktu itu. Gue pingin banget bisa tampil the best di acara hangout ini. Gue pun menyetrika dengan baik baju gue dan keramas 7 kali demi hari itu. Gak lupa gue mandi kembang dan bersemedi di kuburan Belanda (kenapa harus kuburan belanda? Kenapa gak kuburan cina?). kebetulan waktu itu gue hang outnya pulang sekolah. Jadi selama di sekolah gue berusaha biar gak keringetan dan kotor. Gue selalu bawa kertas minyak di kantong dan parfum mini.
Pulang sekolah, gue bersiap-siap ke rumah Bila. Menurut rencana sih, gue bakal main dulu di rumah Bila sambil nunggu jam 4. Tapi, taunya Bila gak ada yang nganterin pulang. Gue bener-bener depresi. Gimana caranya gue dan Bila bisa ke teko kalo kayak gini caranya. Untung ada Beti. Dia ini juga ikut nanti ke teko. Gue dan Bila pun memutuskan ke rumah Beti.
Perjalanan ke rumah Beti gue tempuh sambil OTPan (baca: telfonan). Akhirnya sampe juga di rumah Beti. Gue dan Bila langsung menyerbu masuk. Pas gue mau melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah Beti, tiba-tiba Bila narik tangan gue. “Kenapa?” tanya gue. “Adab bertamu: Tidak boleh masuk sebelum dipersilahkan.” Jawab Bila santai. Gue pun menahan diri untuk masuk ke dalem.
1 menit..
2 menit..
3 menit..
Waktu berlalu begitu lambat. Gue dan Bila yang belum dipersilahkan masuk, menunggu dengan sabar. Tiba-tiba, Beti turun dari tangga. “Ih kalian kok gak masuk?” tanya Beti. Gue menggeleng. “Kan belum boleh masuk sebelum dipersilahkan” jelas Bila. Gue dan Bila memasang senyum tak berdosa. “ya udah masuk aja” kata Beti. Gue dan Bila masuk dan naik ke lantai atas, menuju ke kamar Beti.
Sampai di kamar Beti, gue dan Bila kembali diam. “Lo berdua kenapa?” tanya Beti heran. “Tidak boleh duduk sebelum dipersilahkan” kata gue dan Bila berbarengan. “Yaelahh.. ya udah, anggep aja rumah sendiri” kata Beti. Seketika, gue dan Bila langsung merebahkan diri di kasur, liat-liat barang-barang di kamar Beti, jumpalitan, kayang, roll depan, loncat-loncatan, sampe akhirnya gue terjun dari lantai atas ke lantai bawah #nauzubillah. Sebenernya gak nyampe segitunya juga sih-__-
Beti langsung menggaruk-garuk kepalanya. Ia depresi, lalu mati muda. #janganpercaya.
Hikmah dari cerita ini: jangan pernah mengucapkan “Anggap aja rumah sendiri” pada tamu. Karena, kita gak tau apa yang biasa dilakukan tamu itu di rumahnya. Jika dia di rumah suka menggerogoti tembok, maka siap-siaplah besok anda tidak punya rumah lagi.

Dua
Kali ini, gue berperan sebagai penerima tamu. Hari ini jadwalnya latihan drama sama temen-temen gue. Biar gue sebutin namanya. Rivan, Fadhil, Beny, Farah, dan Bila. Gue pun udah persiapkan segala-galanya dengan baik. Minuman, gue udah beli Coca Cola. Makanan, gue udah beli Pizza. Jadi tinggal nunggu mereka dateng deh.
Di sekolah gue, ada mata pelajaran yang menurut gue seru tugas-tugasnya, Bahasa Indonesia. Semenjak gue naik kelas 8, Bu Milha (Guru B.Indonesia kelas gue) selalu punya cara biar anak-anak antusias bikin tugasnya. Seperti kali ini. Gue ditugasin bikin film. Gue sih sekelompok sama Bila, Farah, Boma, sama Barsel. Tapi gue merekrut orang-orang dari kelas 7-6, Rivan, Beny, dan Fadhil. Persahabatan kelas gue, 8-7, dengan 7-6 emang udah erat. Gue sebenernya kelas 7, tapi akselerasi. Jadi sekarang gak seangkatan sama mereka lagi deh.
Bu Milha orangnya juga kece dan gaul. Dulu dia pernah cerita. Ceritanya tuh Bu Milha lagi ngontrol anak-anaknya di facebook (lagi jamannya facebook waktu itu). Ada salah satu muridnya yang bilang ke sahabatnya, “Eh otpan aja yuk. Di sini gak enak diliat guru”. Nah, Bu Milha langsung pusing dan curiga banget. Apa sih artinya Otpan? Bu Milha pun nanya ke temen-temennya sesama guru. Tapi, gak ada yang tau apa arti Otpan. Sampai akhirnya, ia nanya ke murid muridnya. “Eh, ada yang tau gak arti Otpan?” tanya Bu Milha. Dahi murid-muridnya langsung mengerut. Bu Milha pun menulis di papan tulis. O-T-P-A-N. Langsung sekelas rame. Salah satu muridnya berkata, “Ooh Otpan (baca: Otepean). On the Phone bu artinya”. Akhirnya, Bu Milha kini tau artinya Otpan.
Lanjut ke ceritanya ya..
Bila dateng paling pertama. Gue emang sengaja nyuruh dia dateng awal biar bisa belanja snack bareng dia di Indomaret.
Gak lama kemudian, ketiga temen gue yang cowok dateng. Rivan, Beny, dan Fadhil. Kali ini gue tidak melaksanakan adab menerima tamu. Gue membiarkan mereka bertiga nunggu diluar. Gue dan Bila ngumpet. Akhirnya setelah mereka ngamuk ngamuk, gue baru bukain pintunya. Mereka bertiga bukannya masuk malah diem di luar. “Masuk aja” kata gue sebagai tuan rumah yang baik. Mereka tetep diem. Akhirnya, gue berubah menjadi tuan rumah yang jahat. “Maaf mas, gak ada uang kecil. Jadi kita gak bisa nyumbang. Kalian mendingan pulang aja.” Kata gue sambil tersenyum jail. “Oke” mereka menanggapi bercanda gue dengan membalas bercanda. Mereka pura-pura meninggalkan rumah gue. Gue pun nutup pintu dan ngunci pintunya. Gue dan Bila ngakak.
Beberapa jam kemudian, maksudnya beberapa detik kemudian, terdengar ketukkan pintu lagi. Gue memasang muka polos sambil membuka pintu rumah gue. Tampak Beny, Fadhil, dan Rivan dengan tatapan melas. Tiba-tiba senyum jail merekah di wajah mereka bertiga. “Kalian kenapa?” tanya gue. Beny tersenyum ramah, diikuti oleh Fadhil dan Rivan. “Eh ada tamu.. Silahkan masuk, anggap aja rumah sendiri.” Kata Beny mempersilahkan kepada gue. Gue melongo. Sebenernya siapa yang tuan rumah, siapa yang tamu sih? Tadi perasaan gue tuan rumah, kok sekarang jabatannya berubah ke Beny? Gue gak abis pikir.
Akhirnya setelah otak mereka gak koslet lagi, gue ngajak mereka masuk. Mereka bertiga duduk diem di sofa. Gue dan Bila duduk di sofa yang satunya lagi. Aha! Sekarang gue punya ide jail. Gue membawa pizza dan Coca Cola dan menaruhnya di meja depan gue dan Bila. Gue pun memakan pizza itu dengan lahapnya. Gue melirik ketiga sahabat gue. Mereka masang muka melas. Gue pura-pura gak ngeliat mereka. Gue tetep makan dengan lahapnya. Akhirnya, karena gak tega, gue ngasih pizzanya ke mereka bertiga. Mereka pun makan dengan lahap. Gak lama kemudian, pizzanya abis. Padahal gue ngasih sekardus ke mereka.
Abis itu, kerongkongan gue mulai seret. Gue pun meminum Coca Cola. Kembali mereka bertiga memasang muka melas. Gue terkekeh. “Bagi minum dong Sas” Kata Rivan, dengan muka yang bikin gue ngakak. Gue pun mengambil sebotol sambal dan saus tomat. “Nih minumnya.” Kata gue tanpa perasaan bersalah. Beny, Rivan, dan Fadhil memasang muka melas dan mengambil botol itu. Mereka pun meminum saus itu. Sumpah, gue takut. Kalo mereka sakit perut, nanti gue yang diomelin. Akhirnya, gue memakai hati nurani gue untuk berbuat baik. Gue meraih botol Coca Cola dan memberinya pada mereka.
Hikmah dari cerita ini: Jangan memberi botol saus tomat dan saus sambal kepada tamu yang kehausan. Salah salah, mereka bisa diare berminggu-minggu dan kita bakal dimarahin sama ortunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar